Berita lainnya>>
Berita lainnya>>
Berita lainnya>>
Berita lainnya>>
Berita lainnya>>
Berita lainnya>>
[ ]
Latest News Updates
Berita lainnya>>
Berita lainnya>>
By pks kraton | 16 Jan 2014 | Posted in , , | With 0 comments
Presiden PKS : Anis Matta
JAKARTA, KOMPAS.com — Memimpin Indonesia tidak akan berhasil hanya karena menjadi seorang presiden, tidak akan berhasil hanya karena punya banyak menteri. Anda akan berhasil memimpin Indonesia apabila mau menjadi otaknya Indonesia, hatinya Indonesia, dan tulang punggung Indonesia.

Demikian konsepsi pemimpin menurut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang disampaikan Presiden PKS M Anis Matta dalam wawancara khusus dengan Kompas di kantor The Future Institute, Jakarta, Kamis (9/1/2014).

Menurut dia, pemimpin negeri ini harus menguasai wacana, memiliki kemampuan mengarahkan atau menggerakkan emosi publik, serta mampu merealisasikan rencana atau program-program pembangunan.

Menurut Anis, fungsi tersebut bisa dilihat dalam pemerintahan Orde Baru. ”Militer bisa memimpin selama Orde Baru itu bukan karena Pak Harto (Presiden Soeharto),” katanya.

Sejak awal Orde Baru, militer sudah intensif mengembangkan wacana keindonesiaan. Bahkan, hasil seminar TNI Angkatan Darat tahun 1966 digunakan sebagai ide dasar penyusunan platform pembangunan. Pada sisi inilah, militer berhasil memosisikan diri sebagai otaknya Indonesia.

Militer juga berhasil menggerakkan emosi masyarakat dengan menciptakan kepercayaan diri dan optimisme bangsa. Selain itu, militer juga menguasai pemerintahan karena diberlakukan Dwifungsi ABRI.

”Itulah kenapa dia (militer) mampu mengeksekusi (merealisasikan) semua rencana pembangunan yang dicanangkan sebelumnya,” ujarnya.

Pelajaran untuk parpol

Mengambil pengalaman pemerintahan Orde Baru bukan berarti PKS menginginkan militer berkuasa kembali. Peran yang diambil militer sebagai otak, hati, dan tulang punggung bangsa itulah yang seharusnya menjadi pelajaran partai politik sebagai pabrik pemimpin bangsa.

Seharusnya, setelah Dwifungsi ABRI dihapuskan pada era Reformasi, parpol bisa mengambil peran yang sebelumnya dilakukan kelompok militer. Namun, hingga 15 tahun reformasi, belum ada satu pun kekuatan politik yang mampu. PKS sendiri diakui belum mampu menjalankan fungsi sebagai otak, hati, dan tulang punggung Indonesia.

Menurut Anis, 10 tahun pertama habis untuk membangun infrastruktur dan kapasitas lain untuk menjadi partai modern. Penguatan ideologi dan penokohan sebenarnya sudah dirancang dilakukan pada 10 tahun kedua PKS, tetapi terhenti karena terganjal kasus hukum yang menimpa mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.

Setelah reformasi tahun 1998, menurut Anis, semestinya fokus perhatian pemerintah juga berubah. Perhatian tak lagi difokuskan pada politik seperti Orde Lama atau fokus ke ekonomi seperti pada Orde Baru, tetapi fokus kepada masyarakat sipil.

Pasalnya, politik dan ekonomi sudah menemukan keseimbangan baru. Begitu pula sumber-sumber ketegangan lain, seperti relasi agama dan negara, dialektika demokrasi dan pembangunan, serta hubungan pusat dan daerah sudah menemukan keseimbangan baru. Keseimbangan baru juga terlihat dengan munculnya relasi antara negara, agama, dan masyarakat sipil.

Akan tetapi, sayang, keseimbangan baru itu muncul bersamaan dengan fenomena baru, yakni ledakan demografi baru. Muncul sebuah generasi baru yang lahir tahun 1990-an, yang tak punya asosiasi emosional dan ideologi terhadap sumber ketegangan pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Mereka lahir di tengah ideologi baru, yakni demokrasi dan pasar bebas.

Persoalan muncul karena para politisi atau calon pemimpin bangsa justru masih menggunakan isu-isu lama, seperti kedaulatan, integrasi, dan nasionalisme. Yang menjadi perbincangan lembaga-lembaga politik tidak sesuai dengan yang dipikirkan dan dibutuhkan masyarakat.

Masyarakat yang cara pandangnya sudah berubah juga tidak merasakan manfaat negara dan semua institusi politik. Akibatnya, muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara dan institusi politik.

Kondisi itu juga menyebabkan terjadi disorientasi sehingga bangsa kehilangan arah. Kegaduhan terjadi di mana-mana, tetapi sebenarnya tidak ada hal substansial yang menjadi pokok perdebatan.

Bukan pemimpin otoriter

Untuk menghadapi persoalan baru tersebut, diperlukan pula pendekatan baru dalam model kepemimpinan. Masyarakat tidak memerlukan lagi pemimpin yang otoriter atau pemimpin yang hanya mengandalkan wibawa. Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang mengandalkan gagasan, memiliki kemampuan persuasif, dan kemampuan koordinasi. Anis menganalogikan pemimpin seperti pemandu sorak.

Dengan kata lain, tugas pemimpin adalah menciptakan lingkungan strategis bagi masyarakat untuk terus berkembang. Masyarakat harus dibuat taat kepada pemimpin karena pemimpin memiliki gagasan besar yang bermanfaat untuk masyarakat.

Pendekatan semacam itulah yang juga dilakukan PKS. Kader taat bukan karena takut pada otoritas partai, melainkan karena sadar pada kebenaran dalam gagasan yang dibawa pemimpin mereka.

Bicara masalah ketegangan antara Islam, modernitas, dan keindonesiaan, Anis mengatakan, itu sudah menjadi masa lalu. Saat ini, ketegangan segitiga pada masa lalu tersebut semestinya dijadikan dasar untuk membangun masa depan Indonesia.

PKS memiliki gagasan mengintegrasikan agama, pengetahuan, dan kesejahteraan untuk membangun masa depan bangsa. PKS tidak ingin lagi ada komplikasi antara Islam dan keindonesiaan atau Islam dengan modernitas.

Hal itu karena Islam yang dibawa PKS merupakan Islam yang moderat dan terbuka. Gagasan itulah yang melandasi PKS memutuskan menjadi parpol terbuka sejak tahun 2008.

Dengan menyatukan agama, pengetahuan, dan kesejahteraan, Indonesia diharapkan akan menjadi bangsa yang religius, lebih berpengetahuan, tetapi sejahtera. Agama akan memberikan basis orientasi dan basis moral.

Pengetahuan memberikan basis kompetensi dan basis produktivitas. Adapun kesejahteraan merupakan cita-cita Indonesia yang tercantum dalam konstitusi, yakni menjadi negara adil dan makmur.

Dengan penyatuan agama, pengetahuan, dan kesejahteraan itu, Indonesia diyakini akan menjadi model bagi negara-negara Islam dan juga negara-negara Barat. (Anita Yossihara)
By pks kraton | 15 Jan 2014 | Posted in , , | With 0 comments
Video Anis Matta saat diundang oleh PP muhammadiyah dalam kajian Bulanan PP Muhammadiyah pada 3 Januari 2014
By pks kraton | 5 Jul 2013 | Posted in | With 0 comments

Oleh: Abu Muhammad Hisan

Interaksi sosial adalah keniscayaan dalam berdakwah. Menjadi tuntutan bagi para da’i untuk terjun di tengah-tengah masyarakat, melakukan kontak dan komunikasi dengan sebanyak mungkin manusia.

Melalui interaksi sosial tersebut diharapkan akan banyak individu atau masyarakat yang merasa tertarik dan mau melaksanakan nilai-nilai yang diajarkan oleh para da’i, sehingga sikap, tindakan, dan tingkah laku individu dan masyarakat tersebut terwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam.

Ada satu hal yang harus diwaspadai oleh para da’i dalam melakukan interaksi sosial, terlebih lagi jika kontak dan komunikasi sosial tersebut dilakukan dalam lingkungan masyarakat yang memiliki  karakter, budaya, nilai, ideologi, dan agama yang berbeda, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mereka perjuangkan. Dalam kondisi seperti itu para da’i harus berhati-hati dan menjaga diri dari serangan virus tamayyu’ (pencairan), yakni kondisi dimana seorang da’i malah terpengaruh oleh gaya, pemikiran, kebiasaan, budaya, ideologi yang dimiliki oleh individu atau masyarakat yang didakwahinya; lalu secara lambat laun mulai meninggalkan idealisme yang dianutnya. Naudzubillahi min dzalik…

Tamayyu’ Khuluqi

Tamayyu’ yang pertama kali muncul biasanya adalah tamayyu khuluqi, pencairan akhlak. Ditandai dengan munculnya sikap tasahul (menggampangkan/menyepelekan suatu pelanggaran). Dimulai dari hal-hal yang sederhana, misalnya:

Melakukan isyraf (berlebih-lebihan) dalam makan dan minum.
Berlebih-lebihan dalam gaya berpakaian.
Menyepelekan rambu-rambu hijab.
Berlebih-lebihan dalam menikmati musik, nyanyian, dan tontonan.
Longgar atau tidak berhati-hati dalam mu’amalah maaliyah
Terlalu banyak tertawa dan bergurau.
Sampai akhirnya munculah sikap ibahiyah (permissive/segala hal boleh) tanpa sungguh-sumgguh memperhatikan rambu-rambu syariat.

Tamayyu’ ‘Ubudiyyah

Jika tamayyu’ khuluqi tersebut tidak segera diobati, maka yang akan terjadi selanjutnya adalah tamayyu’ ‘ubudiyyah, pencairan amal ibadah. Ditandai dengan menyepelekan amalan-amalan sunnah atau bahkan amalan-amalan wajib. Misalnya:

Malas qiyamu lail.
Meremehkan shalat-shalat sunnah rawatib.
Semakin jarang shalat berjama’ah di masjid.
Sering melaksanakan shalat wajib tidak tepat waktu.
Sering terlambat melaksanakan shalat shubuh.
Malas melakukan shaum-shaum sunnah
Sedikit menyebut nama Allah/ wirid dan dzikir.
Sedikit membaca al-Qur’an.
Tamayyu’ Fikriyyah

Berikutnya dari tamayyu’ ‘ubudiyah akan  merembet kepada tamayyu’ fikriyyah, pencairan ideologi. Diantaranya ditandai dengan hilangnya ciri khas fikrah Islami dari seorang da’i. Bahkan pemahamannya terhadap fikrah islami tersebut semakin lemah dan luntur. Warna pemikirannya menjadi tidak jelas, apakah ia seorang abnaul harakah islamiyah, ataukah seorang liberalis, sosialis, atau nasionalis? Dari pembicaraannya tidak dapat diketahui lagi apakah ia meyakini Islam sebagai satu-satunya jawaban yang benar dan bersih  terhadap persoalan manusia, ataukah menurutnya ada jawaban yang lain? Tidak jelas apakah ia meyakini Islam sebagai sistem yang sempurna dan lengkap ataukah tidak?

Tamayyu’ Aqidiyah

Tamayyu’ yang terparah adalah tamayyu’ aqidiyah, pencairan aqidah. Sebuah kondisi dimana seseorang sudah benar-benar jauh menyimpang, karena tidak lagi memahami Islam sebagai satu-satunya kebenaran yang mesti dianut seluruh manusia. Padahal Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam…” (Q.S. Ali Imran: 19)

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. Ali Imran: 85)

Virus tamayyu’ ini dapat dihindari jika para da’i memiliki imunitas dan senantiasa meningkatkan kualitas dirinya.

Naudzubillahi min dzalik…wa la haula wala quwwata illa bi-Llaah…
By pks kraton | | Posted in | With 0 comments
Setelah beberapa kurun waktu yang lalu PKS Kraton melepas kadernya mulai dari Kalimantan, Sumatera, Jakarta dan Jepang, kali ini PKS Kraton melepas salah satu kader terbaik dari wilayah Kraton yang sangat berjasa dalam kegiatan dakwah di wilayah kecamatan Kraton. Tahun ini kami menambah pasokan kader ke wilayah cilacap terhitung mulai hari sabtu, 6 Juli 2013 besok sudah mulai boyongan ke daerah cilacap sampai waktu yang tidak ditentukan. Kader yang kami maksud adalah Akhuna Lukman Hakim,seorang kader yang lahir sejak masa PK di kecamatan kraton dan juga telah mencetak kader-kader dakwah lokal kraton yang handal. Acara perpisahan dibersamai Ustad Eka, Ketua DPC PKS Kraton Akh Susilo dan beberapa teman lainya pada sabtu, 5 Juli 2013 di daerah Taman Siswa. Ucapan maaf dan terimakasih terlantun dari akh lukman kepada seluruh kader di wilayah kraton dan juga memohon maaf tidak dapat menyambangi satu-persatu.

Kami selaku Pengurus PKS Kraton mewakili teman-teman kader PKS kraton menghaturkan selamat jalan semoga sukses dalam meniti karir, membina keluarga dan tentunya kepindahannya dapat membuka lahan dakwah baru dilingkungan tempat tinggal disana. Tidak lupa kami juga memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Akh Lukman barang kali terdapat perilaku kami yang khilaf dan tidak pantas selama ini kami mohon keikhlasannya untuk dimaafkan, Semoga ikatan silaturrahmi ini tidak putus karena antum bagian dari keluarga kami. Amiin.
By DPC PKS Kraton | 26 Jun 2013 | Posted in , | With 0 comments

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan partai terbesar keempat di Indonesia pasca Pemilu 2009 seringkali dituding memiliki hidden agenda untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. PKS juga kerap dikaitkan dengan gerakan Islam radikal di luar negeri, wabil khusus Ikhwanul Muslimin di Mesir.

Tetapi, di mata Sydney Jones dari International Crisis Group (ICG), PKS bukanlah partai radikal. Terlebih PKS mengikuti aturan main demokrasi di Indonesia.

Sydney Jones menyampaikan hal itu ketika berbicara dalam Lecture Series on Democracy di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah di Ciputat, Tangerang, Senin pagi (23/5).

"Saya baru dari Aceh, dan mampir ke kantor partai lokal maupun nasional. Saya juga berbicara dengan wakil-wakil PKS di DPRD di Aceh," ujar Sydney.

Dalam berbagai pembicaraan itu, Sydney Jones menyimpulkan bahwa wakil-wakil PKS adalah yang paling memahami persoalan rakyat dan paling memahami prinsip demokrasi.

"Mereka paling cerdas dan paling peduli pada rakyat, juga paling punya gagasan tentang public services," demikian Sydney Jones.
By DPC PKS Kraton | | Posted in , | With 0 comments

JAKARTA – Sistem proposional terbuka yang dijalani Indonesia cenderung mendekati korupsi. Ini disebabkan gesekan antar caleg sangat kuat sehingga mereka berusaha menang dengan mengeluarkan biaya mahal.

“Sistem pemilu Indonesia yang menganut proporsional terbuka cenderung korup. Ini disebabkan tiap caleg mengkampanyekan partainya dan dirinya, “ tegas Anggota DPR Komisi II dari Fraksi PKS, Agus Purnomo kepada Berita99 dalam diskusi kebangsaan “Mewujudkan Pemilu 2014 Bersih, Berkualitas dan Bermartabat” di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (25/6)

Agus menjelaskan mahalnya biaya pemilu sangat terasa dalam Pemilu 2009. Saat itu, seorang caleg untuk menang dalam satu dapil membutuhkan 5 miliar rupiah.

“Gaji seorang anggota DPR sebanyak Rp 60 miliar, belum dipotong partai. Sementara kebutuhan jika ingin kembali nyaleg sangat tinggi sehingga mereka main proyek dan korupsi, “ tegasnya.

Tingginya biaya pemilu membuat seorang caleg memainkan politik dengan kecurangan. Salah satunya dengan membeli rekapitulasi di Tempat Pemungutan Suara untuk mengatur hasil akhir, sehingga memenangkan caleg yang bersangkutan.

“Ini umumnya dilakukan dengan membeli surat suara dan membayar panitia pengawas lapangan. Jadi jika di masa mendatang integritas caleg tak bagus, maka Indonesia tak memiliki harapan, “ pungkasnya.
By DPC PKS Kraton | 24 Jun 2013 | Posted in , | With 0 comments

MEDAN — Indonesia tidak akan kekurangan pangan. Karena Indonesia masih memiliki 10 juta hektare lahan pekarangan rumah yang bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam.

Menteri Pertanian Suswono mengemukakan hal itu ketika melakukan temu wicara dengan para petani Medan, Deli Serdang, dan sekitarnya di lokasi Urban Farming,  Kelurahan Gedung Johor, Medan, akhir pekan lalu.

 “Jika 10 juta hektare ini ditanami dengan tanaman pangan, insya Allah kita tidak akan pernah kekurangan pangan,” tandas Suswono.

Melihat potensi lahan pekarangan yang  demikian luas, sejak dua tahun lalu pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, membuat program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Program ini memaksimalkan sekecil apa pun lahan pekarangan rumah untuk ditanami dengan tanaman pangan,  seperti sayur-sayuran,  buah, serta tanaman obat.

Program ini, lanjut Mentan, cukup berhasil dalam mendukung program ketahanan pangan. Dengan program ini, Indonesia sudah bisa lepas dari masalah kelaparan dan gizi buruk.
Menurut target MDGs yang ditetapkan FAO, Indonesia seharusnya  baru tahun 2015 bisa lepas dari masalah kelaparan dan gizi buruk. Tetapi tahun 2012 oleh FAO Indonesia sudah dinyatakan berhasil mengatasi masalah kelaparan dan gizi buruk.

“Jadi lebih cepat tiga tahun,” imbuh Mentan Suswono.

Karena keberhasilan tersebut organisasi pangan dan pertanian di bawah PBB, FAO memberikan penghargaan kepada Indonesia. Penghargaan diterima oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa tanggal 17 Juni 2013 lalu di markas FAO di Roma, Italia.
5.000 Desa

Keberhasilan program KRPL ini membuat Kementan melakukan duplikasi program tersebut di 5.000 desa di Indonesia tahun ini. Setiap desa, sebut Mentan, akan mendapat bantuan sekitar Rp 40 juta untuk pembelian bibit, pupuk, dan peralatan yang dibutuhkan untuk menciptakan kawasan rumah pangan ini.

“Tahun ini kita akan menduplikasi program ini di 5.000 desa. Tahun-tahun berikutnya kita harapkan akan lebih banyak lagi desa melaksanakan program ini,” jelas Mentan.

Keberhasilan program KRPL ini juga menarik minat para delegasi APEC yang tengah melakukan pertemuan di Medan mulai 22 Juni-6 Juli 2013. Para delegasi dijadwalkan akan meninjau sejumlah desa di Medan yang telah sukses melaksanakan program KRPL ini.

Mentan usai membuka Third Senior Officials Meeting APEC mengunjungi lokasi yang akan didatangi para delegasi APEC tersebut. Bahkan di Ladang Bambu, Medan, Mentan sempat memanen sayuran hasil ladang KRPL yang dikelola  para ibu warga Kelurahan Baru, Medan. 
By DPC PKS Kraton | | Posted in , | With 0 comments
Zuhrif Hudaya: DAKWAN DAN MANUSIA [3]: Dakwah hadir untuk menjadikan hal-hal yang mendasar dalam syariah tetap menjadi milik semua manusia. Dakwah hadir untuk menjadikan Selengkapnya..